Rabu, Mei 29

Gending Sriwijaya; Sebuah Penggalan Sejarah Sriwijaya Kala Senja

 Gending Sriwijaya (Putaar Production/Pemprov Sumatera Selatan, 2013)
Judul : Gending Sriwijaya
Sutradara : Hanung Bramanto
Produksi : Putaar Production/Pemprov Sumatera Selatan
Tahun : 2013
Pemain : Julia Perez, Agus Kuncoro, Syahrul Gunawan, Jajang C. Noer, Slamet Raharjo

Review
Berlatar belakang waktu pada abad ke-16, tiga abad setelah keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, Gending Sriwijaya berkisah mengenai kerajaan kecil yang bernama Kedatuan Bukit Jerai yang dipimpin oleh Dapunta Hyang Mahawangsa (Slamet Rahardjo) dan permaisurinya, Ratu Kalimanyang (Jajang C Noer). Konflik di kerajaan tersebut muncul setelah Dapunta lebih memilih anak lelaki keduanya, Purnama Kelana (Sahrul Gunawan), untuk menggantikan posisinya duduk di singgasana karena menilai bahwa putera keduanya tersebut memiliki wawasan dan kebijaksanaan yang dibutuhkan dalam memimpin sebuah kerajaan. Padahal menurut adat, Dapunta seharusnya memilih anak tertuanya, Awang Kencana (Agus Kuncoro), untuk menjadi raja berikutnya. Konflik tersebut semakin meruncing dan akhirnya memaksa Purnama Kelana untuk menjauh dari keluarganya sendiri.
Dalam pelariannya, Purnama Kelana lalu bertemu dengan Malini (Julia Perez), puteri pimpinan kelompok perampok bernama Ki Goblek (Mathias Muchus) yang sebenarnya menyimpan dendam terhadap Dapunta karena pengkhianatan yang telah ia lakukan terhadap Ki Goblek di masa lampau. Pun begitu, secara perlahan, Purnama Kelana mulai menemukan tempatnya bersama kelompok Ki Goblek. Sementara itu, setelah meninggalnya Dapunta, Awang Kencana yang kini telah menduduki singgasana, mulai menugaskan seluruh prajurit kerajaan untuk menumpas seluruh anggota kelompok Ki Goblek karena menilai kelompok tersebut telah mengganggu keamanan Kedatuan Bukit Jerai.
Walaupun menggunakan latar belakang sejarah Kerajaan Sriwijaya yang dahulu pernah menjadi salah satu kerajaan terbesar di Indonesia, namun jalan cerita Gending Sriwijaya yang ditulis oleh Hanung Bramantyo sendiri merupakan sebuah karya fiksi. Tidak masalah sama sekali. Dengan tidak mendasarkan kisahnya pada catatan sejarah manapun di masa lampau, Hanung jelas mendapatkan porsi yang lebih luas untuk mengeksplorasi kisah yang ingin ia hadirkan. Dan harus diakui, Hanung mampu mengkreasikan sebuah jalan cerita berlatar belakang masa kerajaan lampau yang cukup menarik, lengkap dengan berbagai intrik seperti sibling rivalry, perebutan kekuasaan, pengkhianatan dan rasa dendam yang tercipta antara satu karakter dengan yang lain.
Hanung juga sepertinya berusaha memperdalam kualitas penceritaannya dengan menghadirkan beberapa unsur cerita yang jelas terlihat menjadi sebuah bayangan akan bentuk kekuasaan yang sedang berlangsung di masa modern saat ini. Hanung dengan cerdas memberikan sindiran mengenai tindakan korupsi, kesejahteraan rakyat, kondisi sosial masyarakat hingga bagaimana catatan dan berbagai bukti-bukti sejarah sama sekali tidak mendapatkan perlindungan dan cenderung hilang begitu saja dimakan usia. Dan yang lebih mengesankan lagi, Hanung berhasil menghantarkan seluruh pesan-pesan sosial tersebut melalui sebuah penceritaan yang ringan dan sama sekali tidak pernah terasa terlalu dipaksakan kehadirannya di dalam jalan cerita.
Pun begitu, bukan berarti Gending Sriwijaya hadir sama sekali tanpa cela. Dengan durasi penceritaan yang mencapai 138 menit, Gending Sriwijaya terasa terlalu banyak membuang-buang waktu pada beberapa bagian ceritanya. Kebalikannya, Hanung justru gagal untuk menghadirkan penggalian yang lebih mendalam pada beberapa bagian cerita film ini sehingga seringkali penonton dibiarkan menterjemahkan sendiri apa yang sebenarnya terjadi pada jalan cerita yang sedang berlangsung. Penggunaan bahasa Palembang pada keseluruhan jalan cerita jelas memberikan kesan autentik yang lebih mendalam pada jalan cerita Gending Sriwijaya. Sayangnya, beberapa bagian film justru tidak diberikan terjemahan dialog yang mumpuni sehingga kemungkinan besar akan semakin menambah kebingungan penonton.
Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, Hanung Bramantyo layak diberikan pujian untuk kemampuannya dalam menyajikan sebuah jalan cerita yang berlatar masa lalu dengan kualitas tata produksi yang sangat meyakinkan. Mulai dari tata rias, tata kostum hingga desain produksi film ini mampu memberikan kesan yang kuat bahwa jalan cerita film ini berada pada linimasa waktu yang diinginkan para pembuat filmnya untuk dapat dirasakan penonton. Tata musik arahan Djaduk Ferianto juga sama efektifnya dalam menjaga intensitas emosional jalan cerita. Keberadaan beberapa adegan laga juga mampu dieksplorasi dengan sempurna. 


Nonton dan Download Gending Sriwijaya via Youtube:
  

TwitterFacebookGoogle PlusLinkedInRSS FeedEmail

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons