Judul : Gending Sriwijaya
Sutradara : Hanung Bramanto
Produksi : Putaar Production/Pemprov Sumatera Selatan
Tahun : 2013
Pemain : Julia Perez, Agus Kuncoro, Syahrul Gunawan, Jajang C. Noer, Slamet Raharjo
Review
Berlatar belakang waktu pada abad ke-16, tiga abad setelah keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, Gending Sriwijaya berkisah
mengenai kerajaan kecil yang bernama Kedatuan Bukit Jerai yang dipimpin
oleh Dapunta Hyang Mahawangsa (Slamet Rahardjo) dan permaisurinya, Ratu
Kalimanyang (Jajang C Noer). Konflik di kerajaan tersebut muncul
setelah Dapunta lebih memilih anak lelaki keduanya, Purnama Kelana
(Sahrul Gunawan), untuk menggantikan posisinya duduk di singgasana
karena menilai bahwa putera keduanya tersebut memiliki wawasan dan
kebijaksanaan yang dibutuhkan dalam memimpin sebuah kerajaan. Padahal
menurut adat, Dapunta seharusnya memilih anak tertuanya, Awang Kencana
(Agus Kuncoro), untuk menjadi raja berikutnya. Konflik tersebut semakin
meruncing dan akhirnya memaksa Purnama Kelana untuk menjauh dari
keluarganya sendiri.
Dalam pelariannya, Purnama Kelana lalu
bertemu dengan Malini (Julia Perez), puteri pimpinan kelompok perampok
bernama Ki Goblek (Mathias Muchus) yang sebenarnya menyimpan dendam
terhadap Dapunta karena pengkhianatan yang telah ia lakukan terhadap Ki
Goblek di masa lampau. Pun begitu, secara perlahan, Purnama Kelana mulai
menemukan tempatnya bersama kelompok Ki Goblek. Sementara itu, setelah
meninggalnya Dapunta, Awang Kencana yang kini telah menduduki
singgasana, mulai menugaskan seluruh prajurit kerajaan untuk menumpas
seluruh anggota kelompok Ki Goblek karena menilai kelompok tersebut
telah mengganggu keamanan Kedatuan Bukit Jerai.
Walaupun menggunakan latar belakang
sejarah Kerajaan Sriwijaya yang dahulu pernah menjadi salah satu
kerajaan terbesar di Indonesia, namun jalan cerita Gending Sriwijaya
yang ditulis oleh Hanung Bramantyo sendiri merupakan sebuah karya
fiksi. Tidak masalah sama sekali. Dengan tidak mendasarkan kisahnya pada
catatan sejarah manapun di masa lampau, Hanung jelas mendapatkan porsi
yang lebih luas untuk mengeksplorasi kisah yang ingin ia hadirkan. Dan
harus diakui, Hanung mampu mengkreasikan sebuah jalan cerita berlatar
belakang masa kerajaan lampau yang cukup menarik, lengkap dengan
berbagai intrik seperti sibling rivalry, perebutan kekuasaan, pengkhianatan dan rasa dendam yang tercipta antara satu karakter dengan yang lain.
Hanung juga sepertinya berusaha
memperdalam kualitas penceritaannya dengan menghadirkan beberapa unsur
cerita yang jelas terlihat menjadi sebuah bayangan akan bentuk kekuasaan
yang sedang berlangsung di masa modern saat ini. Hanung dengan cerdas
memberikan sindiran mengenai tindakan korupsi, kesejahteraan rakyat,
kondisi sosial masyarakat hingga bagaimana catatan dan berbagai
bukti-bukti sejarah sama sekali tidak mendapatkan perlindungan dan
cenderung hilang begitu saja dimakan usia. Dan yang lebih mengesankan
lagi, Hanung berhasil menghantarkan seluruh pesan-pesan sosial tersebut
melalui sebuah penceritaan yang ringan dan sama sekali tidak pernah
terasa terlalu dipaksakan kehadirannya di dalam jalan cerita.
Pun begitu, bukan berarti Gending Sriwijaya hadir sama sekali tanpa cela. Dengan durasi penceritaan yang mencapai 138 menit, Gending Sriwijaya
terasa terlalu banyak membuang-buang waktu pada beberapa bagian
ceritanya. Kebalikannya, Hanung justru gagal untuk menghadirkan
penggalian yang lebih mendalam pada beberapa bagian cerita film ini
sehingga seringkali penonton dibiarkan menterjemahkan sendiri apa yang
sebenarnya terjadi pada jalan cerita yang sedang berlangsung. Penggunaan
bahasa Palembang pada keseluruhan jalan cerita jelas memberikan kesan
autentik yang lebih mendalam pada jalan cerita Gending Sriwijaya.
Sayangnya, beberapa bagian film justru tidak diberikan terjemahan
dialog yang mumpuni sehingga kemungkinan besar akan semakin menambah
kebingungan penonton.
Terlepas dari beberapa kelemahan
tersebut, Hanung Bramantyo layak diberikan pujian untuk kemampuannya
dalam menyajikan sebuah jalan cerita yang berlatar masa lalu dengan
kualitas tata produksi yang sangat meyakinkan. Mulai dari tata rias,
tata kostum hingga desain produksi film ini mampu memberikan kesan yang
kuat bahwa jalan cerita film ini berada pada linimasa waktu yang
diinginkan para pembuat filmnya untuk dapat dirasakan penonton. Tata
musik arahan Djaduk Ferianto juga sama efektifnya dalam menjaga
intensitas emosional jalan cerita. Keberadaan beberapa adegan laga juga
mampu dieksplorasi dengan sempurna.
Nonton dan Download Gending Sriwijaya via Youtube: