Judul Buku: Gajah Mada Perang Bubat
Penulis: langit Kresna Hariadi
Penerbit: Tiga Serangkai
Tebal Buku: 441
Review
Salah
satu serial buku karangan Langit Kresna Hariadi dari seorang Gajah
Mada. Penulis baru didunia perindustrian buku yang ikut meramaikan dunia
penulisan di Indonesia. Buku yang berjudul Perang Bubat dengan cover
yang cukup dramatis bernuansakan warna merah darah dengan penggambaran
perang yang telah usai dan banyak korban berjatuhan dimana-mana. Cukup
membuat menarik para pembaca yang penasaran dengan latar belakang
lahirnya Perang Bubat.
Salah satu buku yang cukup berat karena
lahir berdasarkan sejarah yang ada, Langit Kresna patut untuk diacungi
jempol dalam kepiwaian nya memadu padankan sejarah yang ada dengan
imajinasi nya. Mampu membuat pembaca percaya bahwa cerita yang
digambarkan pengarang memang benar-benar terjadi sampai ke setiap
detailnya.
Cerita diawali ketika salah satu tokoh kiai, sesepuh
didalam kerajaan, yang akan meninggal tapi mendapatkan kesulitan dalam
melepas raga dikarenakan ilmu kebatinan yang dimilikinya. Disinilah awal
mula pembaca disuguhi bahwa seorang Gajah Muda selain piawai dalam
melebarkan sayapnya diseluruh nusantara dia pun memang mempunyai ilmu
kebatinan dalam dirinya. Yaitu ilmu yang mampu membuat seseorang
mempunyai umur yang panjang sampai berumur ratusan. Hingga akhirnya
Gajah Mada lah yang bersedia menerima ilmu itu agar sang kiai mampu
melewati gerbang kematian.
Cerita-cerita Gajah Mada dalam novel
karangan Langit Kresna ini cukup kental akan nuansa ilmu kebatinannya
yang justru membuat novel ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri,
meski awalnya mungkin bagi para pembaca yang tidak bisa membayangkannya
lambat laun akan ikut tersihir dengan segala macam "ilmu" baru dalam
novel ini.
Ambisiusnya seorang Gajah Mada cukup kentara terlihat
dalam edisi perang bubat ini. Ketika Gajah Mada mulai menyatakan
keinginannya untuk menguasai tanah Sunda yang waktu itu diperintah oleh
seorang Maharaja yang bernama Linggabuana dalam sebuah pemerintahan
bernama Sunda Galuh.
Dalam buku ini digambarkan ternyata keinginan
Sang Patih yang ingin menguasai Sunda Galuh tidak banyak disetujui oleh
para tokoh penting didalam kerajaan itu sendiri, seperti para ibu suri
dan beberapa pejabat penting lainnya. Sayangnya Maharaja Hayam Wuruk itu
sendiri tidak digambarkan dengan baik, apa sebenarnya yang menjadi
keinginannya dalam hal memandang keinginan Gajah Mada yang ingin
menguasai Sunda Galuh. Seorang raja yang hanya digambarkan sebagai
seorang pemuda tampan yang sudah menjelang masa kedewasaan dengan maksud
mencari yang akan menjadi permaisuri nya kelak. Sosok Gajah Mada sangat
kuat digambarkan disini karena memang pengarang menampilkan Gajah Mada
yang hebat sebagai tokoh utama sehingga dalam edisi perang bubat ini
seorang Hayam Wuruk hanya menjadi tokoh sampingan saja bagi seorang
Gajah Mada.
Sebuah tonggak sejarah yang banyak orang menganggap
bahwa Perang Bubat adalah awal mulanya muncul sentimen bagi orang jawa
dan orang sunda. Sehingga banyak muncul kehati-hatian pengarang dalam
menampilkan beberapa percakapan ataupun adegan yang terjadi dalam buku
ini baik tentang ambisiusnya Gajah Mada yang kekeuh ingin Sunda Galuh
dibawah bendera Majapahit meski terkadang ditampilkan
percakapan-percakapan Gajah Mada cukup berani dalam pandangannya
terhadap Sunda Galuh.
Meski begitu pengarang sudah cukup maksimal
dalam usahanya mengharmoniskan Sunda dan Jawa dalam bukunya ini dan
layak membuatnya menjadi satu-satunya penulis di Indonesia yang berani
menampilkan sejarah dalam bentuk novel yang dikemas sangat menarik.
Karena memang tidak sedikit orang yang berminat dalam sejarah,
pengecualian bagi seorang Langit Kresna. Banyak penggambaran yang
diperlihatkan oleh penulis kelebihan dan kekurangan masing-masing suku.
Cukup membuat penulis berada dalam posisi nentral terlepas dia sendiri
adalah orang Jawa. Lagipula memang pengarang menggandeng seseorang yang
berasal dari Sunda untuk menetralkan cerita yang digarap oleh penulis.
Sampai
akhirnya cerita disudahi dengan sebuah peperangan yang sangat
bersejarah yang terjadi di Lapang Bubat di kerajaan Majapahit.
Digambarkan dalam buku ini bahwa kesalah pahaman yang terjadi sebenarnya
ulah dari bawahan Gajah Mada yang lebih ambisius dan culas dalam
keinginannya membuat Sunda Galuh bertekuk lutut.
Cerita
klimaksnya adalah ketika akhirnya rombongan dari Sunda Galuh membawa
calon pengantin yaitu sang putri Dyah Pitaloka Citraresmi yang akhirnya
membuat luluh hati sang raja Hayam Wuruk, terhambat di lapangan Bubat.
Karena penyambutan tidak diadakan bagi pihak sunda galuh sehingga pihak
Majapahit yang menyangka bahwa kedatangan sunda galuh memang akan telat
dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang memang menginginkan pernikahan
antara Dyah Pitaloka dan Hayam Wuruk tidak akan pernah terjadi.
Gajah
Mada menganggap bahwa penyerahan Dyah Pitaloka dianggap sebuah upeti
dari Sunda Galuh bagi majapahit yang mengakui dibawah satu bendera tapi
tidak bagi pihak Sunda Galuh itu sendiri. Pun Hayam Wuruk yang memang
menganggap bahwa pinangannya murni karena memang ingin menikahi Dyah
Pitaloka tanpa menganggap ada sesuatu dibalik itu semua.
Sampai
akhirnya peperangan tidak dapat dielakkan lagi ketika pihak-pihak ketiga
yang semakin mengeruhkan suasana dan kehormatan para Sunda Galuh yang
tinggi meletus lah Perang Bubat. Jelas tergambar segala suasananya dalam
peperangan ini juga tindakan heroik Dyah Pitaloka dengan membunuh
dirinya sendiri ketika mengetahui kedua orang tuanya sudah meninggal.
Cerita
diakhiri dengan suasana kerajaan yang mendengar berita habisnya pasukan
Sunda Galuh diperangi oleh pasukan Majapahit membuat suasana kerajaan
menjadi berkabung bukannya bersuka ria menerima kemenangan dipihak
Majapahit. Sampai Gajah Mada akhirnya harus menerima tanggung jawabnya
dengan meletak jabatan dan diasingkan di Madakaripura. Sebuah rapor
merah bagi seorang Gajah Mada diantara prestasinya melebarkan sayap
Majapahit diseluruh nusantara yaitu keberhasilannya memenangi peperangan
melawan pasukan Sunda Galuh ditanahnya sendiri di lapangan Bubat.
Sumber: Gajah Mada Perang Bubat
Download Perang Bubat (tidak full)
0 komentar:
Posting Komentar