Judul : Darma Mangir
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :
Tahun terbit :
Review
Ketika Majapahit runtuh (1527), Jawa
menjadi lahan tak bertuan dan tidak mengenal satu kekuasaan tunggal.
Pada saat yang sama juga, Wali Sanga mulai menyebarkan Islam melalui
pantai utara dan Portugis datang ke Sunda Kelapa. Kekuasaan itu berpusat
praktis tersebar di seluruh Jawa, menyebabkan keadaan kacau-balau.
Perang terus merebut kekuasaan tunggal untuk membuat Jawa bermandikan
darah. Jadi yang muncul di Jawa adalah daerah kecil (desa) dalam bentuk
perdikan (desa yang tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada
otoritas pemerintah) dan menjalankan sistem demokrasi desa, dengan
penguasa yang memegang Ki Ageng. Apakah Ki Ageng Pamanahan menguasai
Mataram dan pada tahun 1577 mendirikan Kota Gede. Kemudian Panembahan
Senapati, putra Ki Ageng Pamanahan naik menjadi Raja Mataram.
Pada saat yang sama ada juga
mangir tanah garapan lokal dengan para pemimpin yang disebut Ki Ageng
Mangir Wanabaya. Seperti daerah lain di Jawa, pertempuran perebutan
kekuasaan tidak bisa dihindari, atau antara Mangir dan Mataram. Hal ini
sangat dimungkinkan karena lokasi perdikan Mangir dan Mataram sangat
dekat bersama-sama, sekitar ± 30 km. Jadi persaingan antara dua
kekuatan menjadi tak terelakkan, terutama dengan bisnis memenuhi janji
Joko Tingkir (Sultan Hadi Wijaya) kepada Ki Ageng Pamanahan untuk kendali penuh
Mataram.
Pada akhirnya Ki Ageng Mangir
Mangir hilang setelah kematian di tangan Panembahan Senapati ketika
dihadapkan dengan Sekar Pembayun dalam sebuah pernikahan yang dibuat
oleh rekayasa untuk menghancurkan kekuasaan Mangir dan Mataram daerah
lain yang juga membantu mangir, dan di tahun 1581 berhasil Ki Ageng
Pamanahan menguasai Mataram (dan seterusnya).
Sumber: Mangir by Pramoedya A Toer
0 komentar:
Posting Komentar