Judul : Negeri 5 Menara
Pengarang : Ahmad Fuadi
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : 432
Format : PDF
File size : 38.8 MB
Cerita ini diawali lima sahabat
yang sedang mondok di sebuah pesantren, dan kemudian bertemu lagi ketika
mereka sudah beranjak dewasa. Uniknya, setelah bertemu, ternyata apa
yang mereka bayangkan ketika menunggu Azhan Maghrib di bawah menara
masjid benar-benar terjadi. Itulah cuplikan cerita novel laris Negeri 5
Menara karya Ahmad Fuadi yang menjadi topik Kick Andy kali ini.
Ahmad Fuadi yang berperan sebagai Alif di novel itu berkisah, ia tak menyangka dan tak percaya bisa menjadi seperti sekarang ini. Pemuda asal Desa Bayur, Maninjau, Sumatera Barat itu adalah pemuda desa yang diharapkan bisa menjadi seorang guru agama seperti yang diinginkan kedua orangtuanya. Keinginan kedua orangtua Fuadi tentu saja tidak salah. Sebagai “amak” atau Ibu kala itu, menginginkan agar anak-anaknya menjadi orang yang dihormati di kampung seperti menjadi guru agama.
“Mempunyai anak yang sholeh dan
berbakti adalah sebuah warisan yang tak ternilai, karena bisa mendoakan
kedua orangtuanya mana kala sudah tiada,” ujar Ahmad Fuadi mengenang
keinginan Amak di kampung waktu itu.
Namun ternyata Fuadi alias Alif
mempunyai keinginan lain. Ia tak ingin seumur hidupnya tinggal di
kampung. Ia mempunyai cita-cita dan keinginan untuk merantau. Ia ingin
melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah tokoh yang ia baca
di buku atau mendengar cerita temannya di desa. Namun, keinginan Alif
tidaklah mudah untuk diwujudkan. Kedua orangtuanya bergeming agar Fuadi
tetap tinggal dan sekolah di kampung untuk menjadi guru agama. Namun
berkat saran dari ”Mak Etek” atau paman yang sedang kuliah di Kairo,
akhirnya Fuadi kecil bisa merantau ke Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur.
Dan, disinilah cerita kemudian bergulir. Ringkasnya Fuadi kemudian
berkenalan dengan Raja alias Adnin Amas, Atang alias Kuswandani,Dulmajid
alias Monib, Baso alias Ikhlas Budiman dan Said alias Abdul Qodir.
Kelima bocah yang menuntut ilmu
di Pondok Pesantren Gontor ini setiap sore mempunyai kebiasaan unik.
Menjelang Azan Maghrib berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat
ke awan. Dengan membayangkan awan itulah mereka melambungkan impiannya.
Misalnya Fuadi mengaku jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika,
sebuah negara yang ingin ia kunjungi kelak lulus nanti. Begitu pula
lainnya menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan
Benua Eropa.
Melalui lika liku kehidupan di
pesantren yang tidak dibayangkan selama ini, ke lima santri itu
digambarkan bertemu di London, Inggris beberapa tahun kemudian. Dan,
mereka kemudian bernostalgia dan saling membuktikan impian mereka ketika
melihat awan di bawah menara masjid Pondok Pesantren Gontor, Jawa
Timur.
Belajar di pesantren bagi Fuadi
ternyata memberikan warna tersendiri bagi dirinya. Ia yang tadinya
beranggapan bahwa pesantren adalah konservatif, kuno, ”kampungan”
ternyata adalah salah besar. Di pesantren ternyata benar-benar menjujung
disiplin yang tinggi, sehingga mencetak para santri yang bertanggung
jawab dan komitmen. Di pesantren mental para santri itu ”dibakar” oleh
para ustadz agar tidak gampang menyerah. Setiap hari, sebelum masuk
kelas, selalu didengungkan kata-kata mantera ”Manjadda Wajadda” jika
bersungguh-sungguh akan berhasil.
”Siapa mengira jika Fuadi yang
anak kampung kini sudah berhasil meraih impiannya untuk bersekolah dan
bekerja di Amerika Serikat? Moral untuk cerita ini yaitu jangan berhenti
untuk bermimpi.
Password : www.dhoni-ds.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar